Friday, September 22, 2017

[Membantah Syubhat] Tahdzir Itu Termasuk Ghibah Dan Dapat Memecah Belah Ummat?


❱ Disampaikan oleh Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf hafizhahullah

[ Pertanyaan ]

Mohon dijelaskan syubhat yang mengatakan tahzir itu adalah ghibah dan dapat memecah belah ummat?

[ Jawaban ]

■ Kalau tahdzir dikatakan ghibah, tahdzir dikatakan memecah belah ummat maka konsekuensinya adalah harus mengatakan bahwa Nabi -ﷺ- dan para shahabatnya telah melakukan ghibah dan telah memecah belah ummat. Karena tahdzir adalah salah satu prinsip dakwah yang diusung oleh Nabi -ﷺ-, oleh para shahabatnya ... ya.

◈ Nabi -ﷺ- mengatakan:

《 إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِيٌّ قَبْلِي إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ، وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ. 》

“Tidak ada seorang nabi pun sebelumku melainkan sudah menjadi haq atas Nabi tersebut untuk menunjuki kepada umatnya kebaikan yang diketahuinya untuk mereka, dan memperingatkan (melakukan indzar/tahdzir) umatnya dari bermacam kejelekan yang diketahuinya untuk mereka.” [HR. Muslim no. 1844, dari sahabat Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu ‘anhuma]

※ Ada banyak contoh kasus di mana Nabi -ﷺ- memperingatkan seseorang, para shahabat pun demikian.

▸ Seperti contohnya Ibnu Umar dikhabarkan tentang adanya kelompok yang menolak takdir. “Sampaikan kepada mereka bahwa Ibnu Umar berlepas diri dari mereka dan mereka pun berlepas diri dari Ibnu Umar”, dalam keadaan Ibnu Umar tidak pernah bertemu dengan mereka.

Oleh kerena itu, tahdzir tidak melazimkan harus ketemu dengan pihak yang akan ditahdzir. Sebatas ada informasi yang datang, benar, valid datanya, sesuai dengan fakta maka tidak mengapa ditegakkan tahdzir. Na'am.

▸ Jadi tidak benar kalau tahdzir, itu masuk dalam kategori ghibah dan memecah belah ummat. Na'am.

◈ Imam Nawawi rahimahullahu ta'ala menjelaskan ghibah yang dibolehkan, iya kan?

Karena tidak semua ghibah dilarang, salah satunya adalah dalam rangka mengingatkan. Memperingatkan ummat dari berbagai macam kejelekan. Itu ghibah yang dibolehkan.

◈ Para salaf ada yang mengatakan:

(Berkata Syu’bah rahimahullah) “Kemarilah kalian, mari kita berghibah sesaat karena Allah Azza wajalla”, yaitu berbicara tentang jarh dan ta’dil. [Adh-Dhu’afa’, al-Uqaili: 11]

▸ Jadi, kalaupun dikatakan ghibah, iya lah, sudah..!! Katakan itu ghibah, tetapi ghibah yang dibolehkan. Ghibah yang telah dijalankan oleh para Salaf.

▸ Kalau tahdzir dikatakan memecah belah ummat, katakanlah iya. Memecah belah antara yang haq dan yang bathil. Memecah belah, memisahkan antara yang haq dan yang bathil adalah ajaran Rasulullah -ﷺ-.

◈ Makanya dulu beliau dikatakan: “Muhammad telah memecah belah manusia”, “Muhammad telah memecah belah Ummat”, karena memisahkan antara yang haq dan yang bathil. Na'am.

[ Pertanyaan ]

Kalau ada seorang ulama yang mentahdzir, maka lihat ulama yang lain, apakah mereka sepakat nanti baru diterima tahdzirnya.

[ Jawaban ]

■ Tidak..!! Tidak mesti begini..!! Yang namanya tahdzir itu tidak mengharuskan adanya kesepakatan, atau ijma' para ulama', Laa..!! (tidak..!!)

◈ Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu ta'ala ketika disampaikan kepadanya tentang Sayyid Qutb, beliau mengatakan:

“Aku tidak banyak membaca kitab-kitab Sayyid Qutb, tetapi Asy-Syaikh Rabi', beliau telah mentahdzirnya dan telah menjelaskan kesesatannya kepada ummat.”

[↑] Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin mencukupkan dengan tahdzir yang dilakukan oleh Asy-Syaikh Rabi' hafizhahullahu ta'ala.

▸ Jadi tidak mesti ada ijma', tidak mesti semua ulama itu melakukan tahdzir yang sama, karena (kaidahnya, ed): “Orang Yang tahu menjadi hujjah bagi orang yang tidak tahu.”

Tidak semua para ulama sibuk mempelajari setiap firqah-firqah yang menyimpang, tokoh-tokoh yang menyimpang, tidak..!! Sehingga sangat wajar diantara mereka ada yang tidak tahu. Tetapi sebagian para ulama ada yang menghabiskan waktunya atau sebagian besar dari waktunya digunakan untuk itu. Dan para ulama yang tidak menyibukkan dengan hal tersebut mencukupkan dengan para ulama yang melakukan hal itu. Ini sikap para ulama.

Jangan kemudian kita sok tahu, sok pintar, sok bijak, bijak sana bijak sini.!! Dengan mengatakan: “Nanti kalau ada tahdzir dari seorang ulama, tunggu dulu. Kita lihat para ulama yang lain.” ... “Ulama yang lain mentahdzir ngak..??” Ini sikap yang salah..!! Ini sikap yang tidak benar..!!

※ Bagaimana sikap yang benar?

Sikap yang benar adalah ketika ada tahdzir, ketika ada jarh (kritikan/celaan) maka lihat apakah jarh ini mufassar (terperinci), jelas data-datanya, sesuai faktanya atau tidak? Kalau ternyata mufassar, jelas data-datanya maka terima.

“Bahwa jarh (kritikan) yang sifatnya terperinci itu senantiasa didahulukan dari pada ta'dil (pujian).” Ini yang dilakukan..!!

Bukan kemudian melihat, mencoba memeriksa apa adakah ulama lain yang mentahdzir? Kalau ada orang yang seperti ini, ini sudah ada penyakit dalam dirinya.. penyakit tamyi'..!! Kelemahan, kelembikan (dalam bermanhaj, ed.) Para Salaf tidak mengajarkan kita seperti itu. Para ulama tidak mengajarkan kita seperti itu. Na'am.

Jadi tidak ada wajibnya ijma' dalam tahdzir, dalam jarh. Laa (tidak)..!!

▸ Kaedahnya adalah: “Yang mengetahui menjadi hujjah bagi yang tidak mengetahui.” Na'am.

📚[Kajian Ilmiyah "Indahnya Hidup Dibawah Naungan Kitabullah & Sunnah Rasulullah -ﷺ-" // Jum'at-Sabtu, 27-28 Jumadil Awal 1438H ~ 24-25 Februari 2017M // Desa Raoda, Kec. Lambai, Kolaka Utara]

Video: https://www.youtube.com/embed/yXnpP3Q6PQ0
Audio: http://ift.tt/2xnlnSg


₪ Audio dari @ForumBerbagiFaidah [FBF]
➥ #VideoFawaid #Manhaj #salafy #ahlussunnah #salafy_imitasi #salafy_muzaiyaf #mejelaskan_alHaq #membantah_kebathilan #prinsip #ikhwani #sururi #turatsi #halabi #ruhaili #rodja #hizbi

0 komentar

Post a Comment