Friday, July 12, 2019

Kesesatan-Kesesatan Kelompok Murji‘ah [Bagian 1/2]


🚇KESESATAN-KESESATAN KELOMPOK MURJI‘AH [Bagian 1/2]

Secara garis besar, kesesatan Murji‘ah dapat disimpulkan sebagai berikut:

⛔️ [ 1 ] ※ Mereka semua sepakat bahwa amalan ibadah bukanlah bagian dari keimanan.

Kemudian mereka berbeda pendapat tentang hakikat keimanan, dengan tiga versi:

– Iman: keyakinan dalam hati dan perkataan dengan lisan (versi Murji‘ah Fuqaha).
– Iman: pengetahuan/ pembenaran dalam hati saja (versi Jahm bin Shafwan dan mayoritas Murji‘ah).
– Iman: perkataan dengan lisan saja (versi Muhammad bin Karram).[²]

Bantahan:

[⚙️][ Pertama ]
Kesepakatan mereka bahwa amalan ibadah bukanlah bagian dari keimanan, sungguh bertentangan dengan al-Quran, as-Sunnah, dan ijma’ ulama salaf dan yang mengikuti jejak mereka.

▶️ Dalam al-Quran, seringkali Allah subhanahu wa ta'ala menyebut amalan shalih dengan sebutan iman;

Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah (semoga Allah subhanahu wa ta'ala menjaganya) berkata:

“Seringkali Allah subhanahu wa ta'ala menyebut amalan shalih dengan sebutan iman.

Sebagaimana dalam firman-Nya:

{ إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ. الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ. أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا }

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah keimanan mereka (karenanya) dan hanya kepada Allah-lah mereka bertawakkal. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami karuniakan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.” [Al-Anfal: 2-4]

{ وَمَا كَانَ اللهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ}

“Dan Allah subhanahu wa ta'ala tidak akan menyia-nyiakan keimanan kalian.” (Al-Baqarah: 143)

Yang dimaksud dengan ‘keimanan kalian’ di sini adalah shalat kalian dengan menghadap Baitul Maqdis. Allah subhanahu wa ta'ala menyebutnya dengan iman.”
📚[Min Ushuli Aqidah Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, hal. 19-20]

Adakalanya Allah subhanahu wa ta'ala menyebutkan beberapa amalan shalih dalam al-Quran sebagai ciri/tanda bagi orang-orang beriman, yang sekaligus sebagai isyarat bahwa predikat mukmin tak bisa diraih hanya dengan keyakinan di hati dan ucapan di lisan saja, akan tetapi harus dengan pembuktian amalan.

Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta'ala:

{ قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ. الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ. وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ. وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ. وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ. إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ. فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ. وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ. وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ }

“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman itu. (Yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. Dan orang-orang yang menunaikan zakat. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.” [Al-Muminun: 1-9][³]

—(▴) Catatan: (▴)—
[²] Lihat Majmu’ Fatawa, 7/195, 387.
[³] Ayat di atas, termasuk di antara beberapa ayat yang disebutkan Al-Imam al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya Bab Umuril Iman, sebelum beliau menyebutkan hadits-hadits tentang amalan keimanan.

~※~※~//~※~※~

▶️ Dalam as-Sunnah, Rasul [ﷺ] pun seringkali menyebutkan bahwa amalan adalah bagian dari iman;

Di antaranya sabda beliau [ﷺ]:

{ الْإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيْمَانِ }

“Iman itu mempunyai 60 sekian cabang. Cabangnya yang paling utama adalah ucapan ‘Laa ilaaha illallah’ dan cabangnya yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan sifat malu itu (juga) cabang dari iman.” [HR. Muslim no. 58, dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu]

√- Dalam hadits ini diterangkan, bahwa iman mempunyai cabang yang banyak jumlahnya.
Ada yang berupa ucapan (amalan) lisan seperti ucapan ‘Laa ilaaha illallah’.
Ada yang berupa amalan tubuh seperti menyingkirkan gangguan dari jalan.
Ada pula yang berupa amalan hati seperti sifat malu.

{ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ }

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah mengganggu tetangganya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya memuliakan tamunya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya berkata yang baik atau lebih baik diam (kalau tidak bisa berkata yang baik, pen.).” [HR. Al-Bukhari no. 5672, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu]

√- Dalam hadits ini diterangkan, bahwa amalan tidak mengganggu tetangga, memuliakan tamu, dan bertutur kata dengan baik merupakan bagian dari keimanan.

{ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ }

“Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu dengan tangannya maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu dengan lisannya maka dengan hatinya, itulah selemah-lemah iman.” [HR. Muslim, no. 78, dari shahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu 'anhu]

√- Dalam hadits ini diterangkan bahwa amalan mengingkari kemungkaran merupakan bagian dari iman.

▶️ Adapun ijma’ adalah;

Sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah:

“Merupakan ijma’ (kesepakatan) para shahabat, tabi’in, dan yang kami jumpai dari para ulama (dunia), bahwa iman meliputi perkataan, amalan, dan niat (keyakinan hati). Tidaklah mencukupi salah satu darinya tanpa sebagian yang lain.” [⁴]
📚[Majmu’ Fatawa 7/308]

—(▴) Catatan: (▴)—
[⁴] Demikian pula yang dikatakan oleh Al-Imam al-Ajurri dalam Asy-Syari’ah, hal. 114. Untuk mengetahui nama-nama para ulama tersebut, lihatlah Majmu’ Fatawa, 7/308-311 dan Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah al-Lalika’i, 4/913-933, 5/955-959.

~※~※~//~※~※~

[⚙️][ Kedua ]
Adapun tiga versi tentang hakikat keimanan yang ada pada kaum Murji‘ah, maka semuanya bertentangan dengan al-Quran, as-Sunnah, dan ijma’, bahkan bertentangan dengan fitrah yang suci.

Hal ini bisa dibuktikan dengan memerhatikan poin-poin berikut:

(•) Pernyataan mereka bahwa iman hanya dengan keyakinan dalam hati dan perkataan lisan, tanpa beramal.
— Apakah al-Jannah itu diraih dengan santai-santai tanpa amalan dan kesungguhan?! Kalau begitu, untuk apa kita diperintah untuk shalat, zakat, shaum Ramadhan, haji, dan amalan shalih lainnya?!

(•) Pernyataan mereka bahwa iman sebatas pembenaran/ pengetahuan dalam hati saja.
— Lalu apa bedanya iman kita dengan ‘iman’ sebagian orang-orang kafir?![⁵]

(•) Pernyataan mereka bahwa iman hanya dengan perkataan lisan saja.
— Kalau begitu, apa bedanya dengan iman kaum munafik yang dimurkai Allah subhanahu wa ta'ala?!

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata:

“Di antara prinsip Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah bahwa iman meliputi perkataan, amalan, dan keyakinan hati. Ia bisa bertambah dengan sebab ketaatan dan bisa pula berkurang dengan sebab kemaksiatan.
Iman bukan sekadar perkataan dan amalan, tanpa adanya keyakinan di hati, karena yang demikian merupakan imannya kaum munafiqin.
Bukan pula sebatas ma’rifah (wacana) tanpa ada perkataan dan amalan. Karena yang demikian itu merupakan ‘iman’ orang-orang kafir durjana
Bukan pula iman hanya keyakinan hati belaka, atau perkataan dan keyakinan hati tanpa amalan. Karena yang demikian itu merupakan imannya Murji‘ah.
📚[Min Ushuli Aqidah Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, hal. 19]

—(▴) Catatan: (▴)—
[⁵] Sebagaimana firman Allah (artinya): “Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakininya.” [An-Naml: 14]

Url: http://bit.ly/Fw401106
📮••••|Edisi| t.me/ukhuwahsalaf / www.alfawaaid.net

// Sumber: AsySyariah•Com { http://bit.ly/2xAOh28 } - Ditulis oleh: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Lc. hafizhahulah

0 komentar

Post a Comment