Sunday, July 7, 2019

Kemunafikan Amali (Nifaq Asghar)


🚇KEMUNAFIKAN AMALI (NIFAQ ASGHAR)

Kami akan sebutkan beberapa sifat kemunafikan amali yang telah disebutkan oleh Rasulullah [ﷺ], karena kemunafikan amali inilah yang kadang dianggap remeh oleh sebagian kaum muslimin. Padahal kemunafikan amali sangatlah fatal akibatnya jika terus dilakukan seseorang.

Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Rajab rahimahullah:

“Kemunafikan asghar adalah jalan menuju kemunafikan akbar, sebagaimana maksiat adalah lorong menuju kekufuran. Sebagaimana orang yang terus-menerus di atas maksiat dikhawatirkan dicabut keimanannya ketika menjelang mati. Demikian juga orang yang terus-menerus di atas kemunafikan asghar dikhawatirkan dicabut darinya keimanan dan menjadi munafik tulen.”

Rasulullah [ﷺ] bersabda:

{ آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ؛ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ. }

“Tanda orang munafik ada tiga:

Jika bicara berdusta,
jika diberi amanah berkhianat,
dan jika berjanji menyelisihinya.”

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhuma, dari Nabi [ﷺ] bersabda:

{ أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَإِنْ كَانَتْ خَصْلةٌ مِنْهُنَّ فِيهِ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا: مَنْ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ. }

“Empat perkara, barangsiapa yang ada pada dirinya keempat perkara tersebut maka ia munafik tulen. Jika ada padanya satu di antara perangai tersebut berarti ada pada dirinya satu perangai kemunafikan sampai meninggalkannya:

• Yaitu seseorang jika bicara berdusta,
• jika membuat janji tidak menepatinya,
• jika berselisih melampui batas,
• dan jika melakukan perjanjian mengkhianatinya.”

Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa diantara perangai kemunafikan adalah;
[1] ※ Berdusta ketika bicara
Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata: “Inti kemunafikan yang dibangun di atasnya kemunafikan adalah dusta.”
[2] ※ Mengingkari janji
[3] ※ Mengkhianati amanah
[4] ※ Membatalkan perjanjian secara sepihak

Perjanjian yang dimaksud dalam hadits ini ada dua:
Perjanjian dengan Allah subhanahu wa ta'ala untuk senantiasa beribadah kepada-Nya.
Perjanjian dengan hamba-hamba Allah subhanahu wa ta'ala, dan ini mencakup banyak perkara.

▶️ Oleh karena itu, seorang mukmin seharusnya senantiasa berusaha memenuhi perjanjiannya, terlebih lagi perjanjiannya dengan Allah subhanahu wa ta'ala;

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak mengubah (janjinya).” [Al-Ahzab: 23]

▶️ Lain halnya dengan orang-orang kafir dan munafik. Mereka adalah orang-orang yang suka membatalkan secara sepihak serta tidak menepati perjanjian;

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: “(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya serta membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” [Al-Baqarah: 27]

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: “(Yaitu) orang-orang yang kamu telah mengambil perjanjian dari mereka, sesudah itu mereka mengkhianati janjinya setiap kalinya, dan mereka tidak takut (akibat-akibatnya).” [Al-Anfal: 56]

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: “Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih.” Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah subhanahu wa ta'ala apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta. [At-Taubah: 75-77]

▶️ Wajib hukumnya memenuhi perjanjian dengan hamba Allah subhanahu wa ta'ala;

Ibnu Rajab rahimahullah menyatakan:

“Mengingkari (mengkhianati) perjanjian adalah haram dalam semua perjanjian seorang muslim dengan yang lainnya walaupun dengan seorang kafir mu’ahad. Oleh karena itu, Rasulullah [ﷺ] bersabda:

{ مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا. }

“Barangsiapa membunuh kafir mu’ahad tidak akan mencium bau surga padahal wanginya surga tercium dari jarak 40 tahun perjalanan.” [HR. Al-Bukhari no. 3166][Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam hal. 744]

Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah juga menyatakan: “Adapun perjanjian di antara kaum muslimin maka keharusan untuk memenuhinya lebih kuat lagi, dan membatalkannya lebih besar dosanya. Yang paling besar adalah membatalkan perjanjian taat kepada pemimpin muslimin yang (kita) telah berbai’at kepadanya.”

Rasulullah [ﷺ] bersabda:

{ ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللهُ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ: …وَرَجُلٌ بَايَعَ رَجُلًا لَا يُبَايِعُهُ إِلَّا لِلدُّنْيَا فَإِنْ أَعْطَاهُ مَا يُرِيدُ وَفَى لَهُ…. }

Tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah subhanahu wa ta'ala di hari kiamat nanti, tidak akan disucikan, dan mereka akan mendapatkan azab yang pedih –di antaranya: “Seorang yang membai’at pemimpinnya hanya karena dunia, jika pemimpinnya memberi apa yang dia mau dia penuhi perjanjiannya dan jika tidak maka dia pun tidak menepati perjanjiannya.” [HR. Al-Bukhari no. 2672, Muslim no. 108]

Url: http://bit.ly/Fw401103
📮••••|Edisi| t.me/ukhuwahsalaf / www.alfawaaid.net

// Sumber: AsySyariah•Com { http://bit.ly/2JR0YgF } - Ditulis oleh: Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak hafizhahulah


Baca artikel terkait:
Jauhilah Sifat-Sifat Munafik
Pengertian Nifaq (Kemunafikan), Jenis-Jenis & Perbedaannya
Berhati-Hatilah Dari Berbagai Bentuk Kemunafikan & Kebid'ahan

0 komentar

Post a Comment