Wednesday, August 15, 2018

Cinta Tanah Air Bagian Dari Iman?


🚇CINTA TANAH AIR BAGIAN DARI IMAN?

❱ Berkata al-Imam al-Albani rahimahullah dalam “adh-Dha'ifah” di bawah hadits:

Ξ| حب الوطن من الإيمان | “Cinta tanah air bagian dari keimanan.”

{ موضوع. كما قال الصغاني (ص 7) وغيره. ومعناه غير مستقيم إذ إن حب الوطن كحب النفس والمال ونحوه، كل ذلك غريزي في الإنسان لا يمدح بحبه ولا هو من لوازم الإيمان، ألا ترى أن الناس كلهم مشتركون في هذا الحب لا فرق في ذلك بين مؤمنهم وكافرهم؟! }

[+] “Hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh ash-Shaghani (hal 7) dan selainnya. Dan maknanya pun tidak benar. Karena kecintaan pada tanah air sama seperti kecintaan pada diri sendiri, harta, dan selainnya. Semua itu adalah perkara naluriah pada manusia. Tidak terpuji karena mencintainya dan itu juga tidak mengharuskan adanya konsekuensi iman. Tidakkah engkau lihat bahwa manusia semuanya berserikat dalam hal cinta semacam ini? Tidak ada perbedaan dalam perkara tersebut antara yang orang berimannya dan orang kafirnya.”

❱ Berkata al-Imam Ibnu 'Utsaimin rahimahullah:

ومثله { حب الوطن من الإيمان } وهو مشهور عند العامة على أنه حديث صحيح، وهو حديث موضوع مكذوب، بل المعنى أيضاً غير صحيح بل حب الوطن من التعصب. اهـ

“Dan yang semisal itu { حب الوطن من الإيمان }. Pernyataan ini masyhur di tengah-tengah orang awam (karena mereka mengira) hadits tersebut adalah hadits shahih. Padahal hadits itu adalah hadits palsu yang didustakan atas nama Rasulullah [ﷺ]. Maknanya pun tidak shahih. Bahkan kecintaan terhadap tanah air adalah fanatisme yang tercela.” [¹] -/ Selesai ucapan beliau /-

📚[Syarh Baiquniyyah, hal 70]

~ •• ~ •• ~

🚇BAGAIMANA SEMESTINYA BELA NEGARA YANG BENAR MENURUT ISLAM?

❱ Berkata al-Imam Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah ketika mengomentari hadits:

[+] “Barangsiapa yang meminta pada Allah syahadah (kesyahidan) dengan jujur, maka Allah akan menjadikannya sampai ke tingkatan syuhada’...” [²]

(Beliau berkata): “Tersisa bagi kita (pertanyaan), Orang yang berperang dalam rangka membela negaranya, apakah ini termasuk jihad fi sabilillah atau bukan?”

Maka kami katakan:

“Jika engkau berperang membela negeramu karena negara tersebut adalah negara Islam, engkau mempertahankannya karena itu adalah negara Islam, maka ini adalah jihad fi sabilillah. Karena engkau berperang dalam rangka agar kalimat Allah itu tinggi. Adapun jika engkau berperang karena semata-mata itu hanya negara(mu) saja, maka ini bukan fi sabilillah. Karena timbangan yang diletakkan oleh Nabi [ﷺ] tidak berlaku atasnya [³] (yakni Nabi [ﷺ] tidak menjadikan kecintaan kepada tanah air sebagai kriteria jihad, -pent). Dan telah berlalu pembicaraan tentang masalah ini. Allah lah satu-satunya pemberi taufiq.”

—(▴) Catatan Kaki: (▴)—

[¹] Terjadi di masa Nabi [ﷺ] di salah satu safar untuk berjihad, seorang Muhajirin bertengkar dengan seorang Anshar. Maka sang Muhajir tersebut memanggil kaumnya dengan panggilan fanatisme kesukuan: “Wahai kaum Muhajirin!” Demikian pula sahabat Anshar tersebut memanggil kaumnya: “Wahai kaum Anshar!” Mendengar itu, Rasulullah [ﷺ] bersabda: “Seruan jahiliyah apa ini? Tinggalkan hal itu. Karena itu adalah perkara yang busuk!” [HR. al-Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdillah radliyallahu 'anhu]

Padahal panggilan Muhajirin dan Ashar adalah panggilan mulia. Disebutkan dalam al-Qur'an dan as-Sunnah. Tetapi ketika itu dijadikan panggilan fanatisme, maka Nabi [ﷺ] mencelanya. Lalu bagaimana bila fanatisme itu pada perkara yang tidak syar'i?

[²] HR. Muslim dari Sahl bin Hunaif.

[³] Rasulullah [ﷺ] ditanya tentang seseorang yang berperang karena ingin disebut pemberani atau karena fanatik kesukuan atau karena riya', manakah diantara hal itu yang termasuk jihad fi sabilillah?

Beliau bersabda:

﴿ من قاتل لتكون كلمة الله هي العليا فهو في سبيل الله. ﴾

“Siapa yang berperang agar kalimat Allah menjadi tinggi, maka dia yang berjihad fi sabilillah.” [Muttafaqun 'alayhi dari Abu Musa al-Asy'ari radliyallahu 'anhu]

-Wallahu a'lam-

Url: http://bit.ly/Fw391205
📮••••|Edisi| @ukhuwahsalaf / www.alfawaaid.net

// Sumber: @GoresanFawaid // Dari Thuwailibul 'Ilmisy Syar'i (TwIS) - Alih bahasa: Abu Abdillah Rahmat - Muraja'ah: al-Ustadz Kharisman hafizhahullah

0 komentar

Post a Comment