Tuesday, June 8, 2021

Kesalahan-Kesalahan Di Masa Pandemi Covid-19 ( Bahagian 2 )



🚇KESALAHAN-KESALAHAN DI MASA PANDEMI COVID-19

( Bahagian 2 )

Ditulis oleh: Al-Ustadz Muhammad Afifuddin hafizhahullah

▶️ [ 9 ] ※ Melemparkan masalah-masalah ilmiyyah untuk dijadikan syubhat yang berujung kepada meremehkan bahaya Covid-19 dan melakukan tindakan-tindakan yang membahayakan diri dan orang lain,

seperti:
( a ) Tidak jujur dalam menyampaikan riwayat perjalanan ketika menjalani pemeriksaan.
( b ) Masih nekat keluar masuk wilayah-wilayah zon merah.
( c ) Melanggar imbauan pemerintah yang memberlakukan PSBB (PKP penuh, -red) di beberapa daerah.
( d ) Ketika statusnya ODP atau PDP yang semestinya isolasi justru nekat keluar rumah, atau tidak mau dirawat ditempat kuarantin bahkan melarikan diri atau pulang kampung.
( e ) Bahkan ketika statusnya sudah positif Covid-19 yang mesti diisolasi ketat, dia justru melarikan diri pulang kampung, atau masih keluar rumah berinteraksi dengan banyak pihak.

Padahal tindakan nekat yang dia lakukan menimbulkan kesan negatif bagi banyak pihak dan masyarakatnya, seperti:

( a ) Membuat orang-orang, masyarakat bahkan tenaga kesihatan yang sangat diperlukan tenaganya untuk menangani Covid-19 = menjadi = ODP atau PDP bahkan positif Covid-19.
( b ) Membuat sebuah wilayah yang tadinya zon selamat menjadi zon kuning bahkan zon merah, = berakibat = aktiviti masyarakat dalam hal ibadah, ekonomi dll. terganggu bahkan terhenti.
( c ) Memperpanjang dan memperluas penyebaran Covid-19 di tengah masyarakat atau sebuah bangsa = yang membuat banyak pihak = semakin panik dan keadaan semakin mencengkam.

Di antara masalah ilmiyyah yang dijadikan syubhat adalah:

((🔥)) A. Tidak ada penyakit menular, jangan takut dengan corona, kalau waktunya sakit atau mati pasti mati juga tidak ada kaitannya dengan corona.

Jawabannya:

[ 1 ] Di dalam prinsip Islam memang tidak ada penyakit yang menular dengan sendirinya semua dengan takdir Allah semata.

Dalam hadits:

{ لا عدوى }

“Tidak ada 'adwa (penyakit menular).”

[ 2 ] Sesuatu yang wajib diyakini dalam Islam adalah bahwa semua yang Allah takdirkan ada sebabnya dan secara syar'i kita diperintah untuk menjalankan sebab.

Dalam hadits:

{ فرّ من المجذوم فرارك من الاسد }

“Larilah kamu dari orang yang terkena penyakit kusta seperti engkau lari dari singa.”

[ 3 ] Pemahaman yang benar adalah takdir kita imani, prinsip bahwa tidak ada penyakit menular dengan sendirinya kita yakini dan bimbingan syar'i untuk menjauh dari penyakit bahkan wabah dan orang-orang yang menjadi mangsa wajib kita laksanakan.

[ 4 ] Usaha-usaha yang dilakukan ulama dan pemerintah serta tenaga kesihatan dalam menangani Covid-19 bukan menentang takdir namun justru bentuk iman kepada takdir dan sekaligus mengamalkan bimbingan Islam dalam menjalankan sebab syar'i atau mubah.

Sahabat Umar al-Khattab radhiyallahu ‘anhu menyebutkan: “Kita lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain.”

((🔥)) B. Kenapa aktiviti kebaikan seperti: Dakwah, pengajian atau ibadah seperti: Shalat jemaah 5 waktu dan shalat jumaat dilarang kerana corona? Bukankah pandemi seperti ini sewajarnya dihilangakan dengan banyak ibadah kepada Allah?!

Jawabannya:

[ 1 ] Setiap musibah besar atau fenomena mengerikan yang terjadi berbeza-beza dalam menanganinya sesuai dengan sebab dan keadaannya:

( a ) Kalau yang terjadi adalah semisal tsunami, gempa, gunung meletus, banjir besar dan semisal maka di antara solusinya adalah memakmurkan tempat-tempat ibadah dengan kegiatan-kegiatan dan amal shalih sesuai syariat.
( b ) Kalau yang terjadi adalah pandemi pada binatang semisal: flu burung, mars pada unta dan tidak bermutasi kepada manusia maka di antara solusinya adalah penanganan khusus berkenaan haiwan tersebut dan sebagai manusia harus waspada dan ikhtiar. Kegiatan ibadah dan ekonomi tetap berjalan normal.
( c ) Tapi kalau yang terjadi adalah pandemi pada binatang yang bermutasi kepada manusia atau pandemi pada manusia itu sendiri seperti masalah Covid-19 yang mempengaruhi kesihatan masyarakat dunia maka di antara solusinya adalah dengan memutus mata rantai Covid-19.

Usaha-usaha dunia dan imbauan-imbauan dunia terkhusus ulama dan pemerintah serta para ahli kesihatan adalah langkah syar'i dan mubah dalam menangani Covid-19, di antaranya adalah melarang adanya kerumunan baik di tempat ibadah, tempat perlancongan (wisata) atau yang lain termasuk larangan / menghadkan jumlah jemaah shalat fardhu dan shalat jumaat bagi umat Islam.

[ 2 ] Masalah pandemi seperti ini bukan kali pertama dalam sejarah dunia dan secara khusus sejarah Islam, sudah terjadi sebelumnya beragam pandemi yang meragut nyawa jutaan manusia. Kalau membaca litelatur-literatur yang ada kita temukan kenyataan yang sama atau lebih dahsyat di antaranya adalah penutupan tempat-tempat ibadah dalam kurun waktu yang lama, diberlakukannya PSBB bahkan lockdown.

[ 3 ] Dalam fiqh Islam dan ini merupakan fatwa Ulama-ulama besar sekarang bahwa dalam keadaan pandemi Covid-19 ketika ini:

( a ) Ada udzur tidak berjemaah shalat 5 waktu di masjid.
( b ) Ada udzur tidak shalat jumaat dan diganti shalat zhohor 4 rakaat di rumah.
( c ) Ada udzur tidak taraweh di masjid.
( d ) Ada udzur tidak ada shalat ied di lapangan dan dikerjakan di rumah pada waktunya dengan tatacara yang sama namun tanpa khutbah.
( e ) Bahkan ketika keadaannya sangat membahayakan bukan saja ada udzur namun sampai pada tingkatan dilarang shalat berjemaah dan shalat jumaat.

Jangankan di masjid-masjid muslimin secara umum, larangan ini diberlakukan di masjid-masjid tanah suci makkah dan madinah, adanya ketentuan ketat untuk masjid haramain bahkan tidak ada thawaf di depan ka'bah, ada aturan ketat dalam thawaf.

(p/s: Keputusan kerajaan menangani covid-19 pada suatu tempat dan waktu adalah tidak tetap dan boleh berubah-ubah mengikut situasi dan keadaan semasa, -red)

[ 4 ] Umat Islam masih mungkin melakukan ibadah, taubat dan mendekatkan diri kepada Allah di rumah-rumah mereka tanpa membahayakan diri dan masyarakatnya.

( a ) Umat Islam masih boleh berdakwah dari rumahnya melalui tulisan-tulisan dan media-media yang ada tanpa membahayakan diri dan masyarakatnya.
( b ) Jangan merasa paling shalih dan bertaqwa dengan tindakan yang justru membahayakan diri dan masyarakat.
( c ) Ibadah dan taqwa serta dakwah bukan dengan perasaan dan akal semata, namun mesti dengan bimbingan Islam dan arahan ulama dan pemerintah.

▾▾

▶️ [ 10 ] ※ Mengangkat masalah yang diikhtilafkan ulama dan fuqaha sejak zaman dahulu untuk:

( a ) Menghindari atau menyelisihi atau menentang rancangan atau keputusan pemerintah dan ulama masa kini dalam menangani Covid-19.
( b ) Bahkan mencela pemerintah dan membodohkan ulama, merasa dirinya yang paling 'alim dan faqih.
( c ) Lalu melanggar keputusan dan pengumuman pemerintah dalam pencegahan Covid-19.
( d ) Tetap 'bandel' dan 'ngeyel' dengan apa yang dia pegangi walau sudah banyak mangsa terkorban dengan takdir Allah dari pihaknya atau kelompoknya atau orang lain.

Pengaruhnya sangat nyata jelas negatif, Covid-19 menyebar ke banyak daerah bahkan pelosok komuniti yang dahulunya zon selamat di antara sebabnya adalah adanya jenis individu seperti ini.

((🔥)) Masalah yang dimaksud adalah hadits yang berkaitan dengan wabah tha'un, apakah itu khusus wabah tha'un sebagaimana pendapat banyak fuqaha? Ataukah umum baik tha'un maupun wabah semisal secara umum sebagaimana pendapat sebagian ulama dan ini yang diamalkan ulama zaman ini dalam menangani Covid-19?

Penjelasannya:

[ 1 ] Kalau sekedar mengkaji masalah ilmiah dan mencari pendapat yang rajih dengan dalil tanpa memunculkan polemik apalagi fitnah dan kegaduhan tidaklah masalah. Masalahnya adalah bila pendapatnya tidak sama dengan praktik ulama dan umara ketika ini lalu dia melakukan tindakan-tindakan tercela seperti di atas.

[ 2 ] Terlepas mana yang rajih dari 2 pendapat di atas, ada hal penting yang perlu diperhatikan yaitu:

( a ) Tidak semua pendapat yang kita rajihkan dalam masalah khilaf bisa kita amalkan di tengah masyarakat.

Adakalanya kita mengamalkan pendapat yang kita anggap lemah di tengah masyarakat dalam rangka melembutkan hati mereka atau menjaga persatuan di antara mereka atau untuk meredam fitnah, bahkan hal ini sangat dianjurkan ulama dan termasuk hikmah dalam dakwah.

( b ) Selama tidak meninggalkan yang wajib atau melanggar yang haram.

Contoh: shalat dengan memakai sandal.

Haditsnya sangat banyak menunjukkan bolehnya bahkan sunnahnya, namun bila kita laksanakan akan menimbulkan fitnah maka tidak kita lakukan dalam rangka menghindari fitnah.

Sementara masalah Covid-19 ini berkaitan dengan nyawa banyak manusia dan sudah nyata bahayanya serta sudah banyak mangsa terkorban. Tentu orang yang beriman dan sihat akalnya serta bijak akan melaksanakan arahan pemerintah dan bimbingan ulama dalam menangani Covid-19 walau dia tidak merajihkan pendapat mereka.

[ 3 ] Pandemi Covid-19 sekarang sudah masuk dalam kerangka nawaazil (masalah besar kontemporer):

( a ) Bimbingan Islam dalam bab ini adalah kembali kepada ulama besar masa kini dan penguasa, seperti nash al-Quran surat an-nisa ayat: 83.
( b ) Apa yang menjadi fatwa dan bimbingan ulama kibar masa kini tentang Covid-19 itulah yang dipegang dan diamalkan dengan nash dalil di atas.
( c ) Apa yang menjadi keputusan dan tindakan pemerintah dalam menangani Covid-19 itulah yang menjadi pegangan dan pedoman dalam menangani Covid-19 selama bukan perkara yang melanggar syar'i.

[ 4 ] Dengan ulasan di atas menjadi jelas bahwa sikap hikmah yang benar dalam bimbingan Islam adalah:

( a ) Menjadi warga yang patuh dan taat kepada ulama dan pemerintah dalam masalah Covid-19.
( b ) Barangsiapa yang menjalaninya dengan ikhlas dan jujur maka dia mendapatkan pahala, menjaga keamanan diri, keluarga dan masyarakat, dan tidak menjadi sebab kemadhorotan bagi masyarakat dan bangsanya.

( Bahagian Penutup )

▶️ [ 1 ] ※ Sesungguhnya masih banyak kesalahan yang muncul dan terjadi di masa Covid-19 baik dari pribadi maupun komuniti.

Kita cukupkan dengan 10 perkara. Semoga dapat menjadi acuan untuk menilai yang selainnya.

Intinya semua kesalahan kembali kepada dua hal:

( a ) Mengambil mudah dan meremehkan pandemi Covid-19.
( b ) Ketakutan dan kekhawatiran yang berlebihan terhadap Covid-19.

Semoga Allah ta'ala memberi taufiq dan hidayah kepada kita semua ke jalan dan sikap yang benar.

▶️ [ 2 ] ※ Masyarakat dalam menanggapi pandemi Covid-19 ada 3 jenis:

( a ) Masyarakat yang meremehkan bahaya Covid-19.
( b ) Masyarakat yang terlalu berlebihan dalam menyikapi Covid-19.
-- Masing-masing dari dua jenis di atas secara kenyataannya melakukan tindakan-tindakan yang boleh membahayakan diri dan orang lain.
( c ) Masyarakat yang bijak dalam menyikapi pandemi Covid-19, selalu waspada, mematuhi imbauan ulama dan pemerintah, berikhtiar secara syar'i dan medis yang mubah.

Semoga Allah memberi taufiq kepada kita untuk bisa bersikap bijak.

▶️ [ 3 ] ※ Sebagai seorang muslim wajib memberi penghargaan terhadap usaha dan keputusan pemerintah dalam menangani Covid-19.

Bentuknya adalah dengan mematuhi dan mentaati imbauan-imbauan mereka dengan penuh ikhlas, jujur dan mengharap pahala dari Allah ta'ala.

▶️ [ 4 ] ※ Para ahli kesihatan yang bertungkus lumus menangani pesakit Covid-19 adalah pahlawan bangsa masa pandemi ini, kita mesti mendukung mereka, mendo'akan kebaikan untuk mereka.

▶️ [ 5 ] ※ Sebagai seorang muslim, ujian Covid-19 ini mesti disikapi dengan:

( a ) Sabar dan tabah atas musibah.
( b ) Banyak taubat dan istighfar dari semua dosa.
( c ) Perbanyak amal kebajikan dan tinggalkan kemaksiatan terutama ketika ramadhan.
( d ) Memberi kontribusi dan usaha positif semampunya.
( e ) Ikhtiar secara syar'i dengan ta'awwudz dan doa, dan secara medis dengan PHBS dan CTPS.

Semoga Allah ta'ala segera mengangkat wabah ini dan kita semua dapat beraktiviti ibadah dan lainnya secara normal.

Aamiin yaa mujiibas saailiin.

( Dengan sedikit Alih bahasa & penyesuaian )

📮••••[ Edisi Faidah ]
/ t.me/ukhuwahsalaf
/ www.alfawaaid.net

✍🏻__ [ Dari ]
/ t.me/mahadalbayyinah - Sidayu, Sabtu 2 Ramadhan 1441H / 25 April 2020M

0 komentar

Post a Comment