🚇KESESATAN-KESESATAN KELOMPOK MURJI‘AH [Bagian 2/2]
Secara garis besar, kesesatan Murji‘ah dapat disimpulkan sebagai berikut:
⛔️ [ 2 ] ※ Bahwa iman tidak dapat bertambah dan tidak pula berkurang, akan tetapi ia merupakan satu kesatuan yang utuh.
Sehingga suatu dosa besar (kemaksiatan) tidaklah dapat mengurangi/merusak keimanan sedikit pun, sebagaimana pula suatu ketaatan tak akan bermanfaat bersama kekafiran. Atas dasar itu, pelaku dosa besar tidak bisa dihukumi sebagai orang fasiq, bahkan tergolong orang yang sempurna imannya dan tak akan mendapatkan azab apapun dari Allah subhanahu wa ta'ala.[⁶]
Bantahan:
[⚙️][ Pertama ]
Pernyataan mereka bahwa iman tidak dapat bertambah dan tidak pula berkurang, sungguh bertentangan dengan Al-Quran, As-Sunnah, dan ijma’ ulama.
▶️ Dalam Al-Quran banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan bahwa iman dapat bertambah disebabkan ketaatan dan dapat berkurang disebabkan kemaksiatan;
Di antaranya adalah firman Allah subhanahu wa ta'ala:
{ الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ }
“(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang dikatakan kepada mereka: ‘Sesungguhnya manusia (orang-orang kafir Quraisy, pen.) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian, karena itu takutlah kalian kepada mereka,’ maka perkataan itu justru menambah keimanan mereka dan menjawab: ‘Cukuplah Allah subhanahu wa ta'ala sebagai Penolong kami dan Allah subhanahu wa ta'ala adalah sebaik-baik Pelindung’.” [Ali ‘Imran: 173]
{ إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ. الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ. أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا }
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah keimanan mereka (karenanya) dan hanya kepada Allah-lah mereka bertawakal. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami karuniakan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.” [Al-Anfal: 2-4]
{ فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ }
“Adapun orang-orang yang beriman, maka (surat al-Quran yang diturunkan Allah subhanahu wa ta'ala tersebut) menambah iman mereka, dalam keadaan mereka merasa gembira.” [At-Taubah: 124]
{ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ }
“Agar keimanan mereka bertambah, di samping keimanan yang sudah ada pada mereka.” [Al-Fath: 4]
{ وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا }
“Dan supaya orang-orang yang beriman itu, semakin bertambah keimanannya.” [Al-Muddatstsir: 31]
—(▴) Catatan: (▴)—
[⁶] Lihat Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyyah, karya Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hal. 113-114 dan Syarh Lum’atul I’tiqad, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin hal. 162-163.
~※~※~//~※~※~
▶️ Di dalam as-Sunnah, banyak juga sabda Nabi [ﷺ] yang menunjukkan bahwa iman bisa bertambah dan bisa pula berkurang;
Di antaranya adalah sabda beliau [ﷺ]:
{ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ }
“Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya merubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu dengan tangannya maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu dengan lisannya maka dengan hatinya, itulah selemah-lemah iman.” [HR. Muslim, no. 78, dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu]
√- Tidaklah iman itu dikatakan lemah/berkurang, kecuali karena dia bisa kuat/bertambah.
{ الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ }
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada masing-masingnya ada kebaikan.” [HR. Muslim no. 2664, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu]
√- Adanya mukmin yang kuat dan mukmin yang lemah, menunjukkan bahwa iman masing-masing orang berbeda-beda, baik dalam hal kualitas maupun kuantitas (bertambah atau berkurang).
▶️ Adapun ijma’ ulama;
Maka sebagaimana yang dikatakan Musa bin Harun Al-Hammal:
“Telah mendiktekan (imla) kepada kami Al-Imam Ishaq bin Rahawaih rahimahullah: ‘Tanpa ada keraguan sedikit pun, bahwa iman meliputi perkataan dan amalan,[⁷] bisa bertambah dan bisa berkurang. Hal itu berdasarkan riwayat-riwayat dan atsar yang shahih lagi pasti, serta pernyataan-pernyataan individu dari para sahabat Rasulullah [ﷺ], para tabi’in, dan generasi setelah tabi’in dari kalangan ahli ilmu. Mereka semua sepakat dan tak berselisih dalam hal ini. Demikian pula di masa al-Auza’i di Syam, Sufyan ats-Tsauri di Irak, Malik bin Anas di Hijaz, dan Ma’mar bin Rasyid di Yaman. (Pernyataan) mereka semua sama dengan kami, yaitu iman meliputi perkataan dan amalan, bisa bertambah dan bisa berkurang’.” [⁸]
📚[Majmu’ Fatawa 7/308]
—(▴) Catatan: (▴)—
[⁷] Terkandung padanya perkataan hati dan amalan hati (keyakinan). (Lihat Majmu’ Fatawa, 7/170-171)
[⁸] Untuk mengetahui lebih rinci nama-nama para ulama tersebut berikut perkataan mereka, lihatlah Majmu’ Fatawa (7/309-311) dan Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, karya Al-Imam Al-Lalika’i (5/960-1036).
~※~※~//~※~※~
[⚙️][ Kedua ]
Adapun perkataan mereka (Murji‘ah) bahwa ‘dosa besar (kemaksiatan) tidak dapat mengurangi/merusak keimanan sedikitpun, sebagaimana pula suatu ketaatan tak akan bermanfaat bersama kekafiran. Atas dasar itu, pelaku dosa besar tidak bisa dihukumi sebagai orang fasiq, bahkan tergolong orang yang sempurna imannya dan tak akan mendapatkan azab apapun dari Allah subhanahu wa ta'ala’, merupakan perkataan batil dan sesat dari beberapa sisi.
Di antaranya adalah:
▶️ Bahwa prinsip[⁹] yang dijadikan landasan bagi perkataan tersebut nyata-nyata bertentangan dengan Al-Quran, As-Sunnah, dan ijma’ ulama, sebagaimana yang telah disebutkan pada poin pertama. Sehingga, segala prinsip yang dibangun di atasnya pun menjadi batil.
▶️ Bahwa dalil-dalil tentang bisa bertambahnya iman, sekaligus berfungsi sebagai dalil tentang bisa berkurangnya. karena sebelum iman itu bertambah maka dia berkurang.[¹⁰]
▶️ Para ulama sepakat bahwa keimanan itu tidaklah berkurang kecuali dengan sebab kemaksiatan.
Sebagaimana yang dikatakan Al-Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah:
“Ahli fiqih dan hadits telah sepakat bahwa iman meliputi perkataan dan amalan, dan tidak ada amalan kecuali berdasarkan niat. Demikian pula, iman bisa bertambah dengan sebab ketaatan dan bisa pula berkurang dengan kemaksiatan.”
📚[At-Tamhid, 9/238]
Bahkan Al-Imam al-Auza’i rahimahullah mengatakan:
“Iman itu meliputi perkataan dan amalan, bisa bertambah dan bisa pula berkurang. Barangsiapa menyatakan bahwa iman itu bisa bertambah namun tidak bisa berkurang, maka berhati-hatilah darinya karena dia adalah seorang ahli bid’ah (mubtadi’ ).”
📚[Asy-Syari’ah, hal. 113]
▶️ Adapun pernyataan mereka bahwa pelaku dosa besar tidak bisa dihukumi sebagai orang fasiq, bahkan tergolong orang yang sempurna imannya dan tak akan mendapatkan azab apapun dari Allah subhanahu wa ta'ala, maka ini adalah batil dan sesat.
Rasulullah [ﷺ] bersabda:
{ سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ، وَقِتَالُهُ كُفْرٌ }
“Mencela seorang muslim merupakan kefasikan, dan memeranginya merupakan kekufuran.” [HR. Al-Bukhari no. 48, dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu]
—(▴) Catatan: (▴)—
[⁹] Yaitu prinsip mereka bahwasanya iman tidak bisa bertambah dan tidak berkurang, akan tetapi ia merupakan satu kesatuan yang tak berbilang.
[¹⁰] Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushabi hafizhahullah berkata: “Dalil-dalil tentang bertambahnya iman ini, sekaligus juga sebagai dalil tentang berkurangnya, karena sebelum iman itu bertambah maka dia berkurang. Oleh karena itu, ayat-ayat yang secara tersurat menunjukkan tentang bertambahnya iman, maka secara tersirat ia pun menunjukkan tentang berkurangnya iman.” [Al-Qaulul Mufid Fi Adillatit Tauhid, hal. 62]
~※~※~//~※~※~
Diriwayatkan oleh Al-Imam Ibnu Baththah dengan sanadnya yang sampai kepada Mubarak bin Hassan, ia berkata:
“Aku pernah berkata kepada Salim al-Afthas (salah seorang pelopor Murji‘ah, pen.): ‘Ada seseorang yang taat kepada Allah dan tidak bermaksiat kepada-Nya, ada pula seseorang yang bermaksiat kepada Allah dan tidak menaati-Nya, kemudian keduanya meninggal dunia. Maka Allah masukkan seorang yang taat tersebut ke dalam al-Jannah (surga) dan Allah masukkan si pelaku maksiat ke dalam an-Naar (neraka). Apakah antara keduanya ada perbedaan dalam hal keimanan?’ Maka Dia (Salim al-Afthas) menjawab: ‘Tidak ada perbedaan antara keduanya.’ Akhirnya kejadian ini kusampaikan kepada ‘Atha (salah seorang imam tabi’in, pen.), lalu beliau berkata: ‘Tanyakan kepadanya apakah iman itu sesuatu yang baik ataukah sesuatu yang buruk? Karena Allah subhanahu wa ta'ala berfirman (artinya): ‘Supaya Allah subhanahu wa ta'ala memisahkan (golongan) yang buruk dari yang baik dan menjadikan (golongan) yang buruk itu sebagian di atas yang lain, lalu semuanya Dia tumpuk dan Dia masukkan ke dalam neraka Jahannam. Mereka itulah orang-orang yang merugi.’ [Al-Anfal: 37]. Maka, kutanyakan kepada mereka (Murji‘ah, pen.) apa yang disarankan oleh ‘Atha, dan tak seorang pun dari mereka (kaum Murji‘ah) yang mampu menjawabnya.” [¹¹]
📚[Majmu’ Fatawa, 7/180]
—(▴) Catatan: (▴)—
[¹¹] Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata:
“Ahlus Sunnah Wal Jamaah berada di tengah-tengah. Mereka menyatakan bahwasanya pelaku dosa besar (di bawah syirik, pen) adalah seorang yang berdosa, terancam azab (dari Allah l), imannya berkurang dan dihukumi sebagai orang fasiq (tidak seperti Murji‘ah yang menyatakan bahwasanya pelaku dosa besar itu sempurna imannya dan tidak terancam azab dari Allah subhanahu wa ta'ala).
√- Namun –menurut Ahlus Sunnah Wal Jamaah– pelaku dosa besar tersebut belum keluar dari keimanan
√- dan tidak pula kekal di dalam neraka (An-Naar) jika ia di masukkan ke dalamnya.
√- Dia berada di bawah kehendak (masyi’ah) Allah subhanahu wa ta'ala;
— jika Allah berkehendak untuk mengampuninya maka ia akan mendapatkan ampunan-Nya (dan dimasukkan ke dalam al-Jannah secara langsung, tanpa melalui proses azab, pen),
— dan jika Allah berkehendak untuk mengazabnya maka dia akan diazab terlebih dahulu sesuai dengan kadar dosa yang dilakukannya, kemudian dikeluarkan dari an-Naar dan dimasukkan ke dalam al-Jannah (tidak seperti yang dinyatakan Wa’idiyyah (Khawarij dan Mu’tazilah, pen) bahwasanya pelaku dosa besar tersebut telah keluar dari keimanan dan kekal di dalam an-Naar).
• Murji‘ah hanya mengambil dalil-dalil ampunan/pahala,
• Wa’idiyyah (Khawarij dan Mu’tazilah, pen) hanya mengambil dalil-dalil ancaman/azab.
• Sedangkan Ahlus Sunnah Wal Jamaah menggabungkan (mengambil) dalil-dalil ampunan/pahala dan dalil-dalil ancaman/azab.”
📚[Syarh Al-’Aqidah al-Wasithiyyah, hal. 113]
~※~※~//~※~※~
▶️ Penutup
Para pembaca yang mulia, dari bahasan yang telah lewat amatlah jelas bahayanya kelompok sesat Murji‘ah ini. Prinsip-prinsipnya benar-benar mendangkalkan keimanan umat, membuat mereka malas beramal shalih dan bermudah-mudahan melakukan kemaksiatan, dengan penuh keyakinan bahwa imannya sempurna dan dia akan aman dari azab Allah subhanahu wa ta'ala.
Tak heran, bila Al-Imam Ibrahim an-Nakha’i rahimahullah mengatakan:
“Sungguh, fitnah Murji‘ah ini lebih aku khawatirkan terhadap umat daripada fitnah Azariqah (Khawarij).”
📚[Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah, 3/1061]
Akhir kata, demikianlah apa yang dapat kami sajikan seputar kelompok Murji‘ah dan kesesesatannya. Semoga menjadi pelita dalam kegelapan dan embun penyejuk bagi para pencari kebenaran.
Selanjutnya, bagi para pembaca yang ingin mengetahui lebih dalam tentang kesesatan Murji‘ah berikut jawabannya, maka silahkan merujuk;
• Majmu’ Fatawa jilid 7 (Kitabul Iman),
• Asy-Syari’ah, karya Al-Imam al-Ajurri,
• Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah al-Lalikai, 4/913-933, 5/955-1078
• dan lain sebagainya dari kitab-kitab para ulama Ahlus Sunnah.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Url: http://bit.ly/Fw401107
📮••••|Edisi| t.me/ukhuwahsalaf / www.alfawaaid.net
// Sumber: AsySyariah•Com { http://bit.ly/2xAOh28 } - Ditulis oleh: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Lc. hafizhahulah
Baca artikel terkait:
• Kelompok Sesat Murji‘ah Pendangkal Keimanan Umat
• Kesesatan-Kesesatan Kelompok Murji‘ah [Bagian 1/2]
0 komentar
Post a Comment