🚇SIKAP ASY-SYAIKH MUHAMMAD BIN HADY TERHADAP MUHAMMAD AL-IMAM
❱ Asy-Syaikh Munir as-Sa'dy hafizhahullah
بسم الله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه، أما بعد:
❒ Asy-Syaikh Muhammad bin Hady –waffaqahullah– mengatakan ketika keluar dari diamnya:
“Saya Muhammad bin Hady di hadapan kalian telah mengkritik khutbah Muhammad al-Imam, dan mereka telah menyebarkannya di akun-akun twitter mereka semua, ditwit oleh Arafat, ditwit oleh Abdul Ilah, ditwit oleh Abdul Wahid, dan ditwit oleh Hani. Namun bersama ini semua para pendusta itu mengatakan bahwa Muhammad bin Hady tidak memiliki sikap terhadap Muhammad al-Imam.”
Kita akan memberikan beberapa kritikan terhadap perkataan asy-Syaikh Muhammad agar dengannya menjadi jelas sikap beliau terhadap mubtadi' yang sesat Muhammad al-Imam, dan lenyap kerancuan yang dipahami oleh banyak orang. Kita memohon kepada Allah taufiq dan kebenaran.
(➊) // Kritikan Pertama //
❒ Tentang perkataan beliau, “Saya telah mengkritik khutbah Muhammad al-Imam.”
※ Yang beliau maksud adalah khutbah yang di dalamnya Muhammad al-Imam mengucapkan, “Kemenangan-kemenangan menuju Jahannam,” yaitu khutbah yang berjudul “A’affun Naasi Qitlatan Ahlul Iman,” dan bukan khutbah Ied yang di dalamnya Muhammad al-Imam menguatkan isi perjanjian damai dengan milisi pemberontak Hutsyi (watsiqah), dan kritikan beliau tersebut adalah dengan mengatakan, “Seakan-akan Allah telah membutakan mata hatinya,” disertai tuntutan kepada Muhammad al-Imam agar bertaubat.
※ Kemudian Muhammad al-Imam mengeluarkan selebaran yang isinya menyebutkan bahwa dia tidak memaksudkan seseorang tertentu dengan khutbahnya tersebut, dan dia menyebutkan bahwa dia telah menghapus kalimat “Kemenangan-kemenangan menuju Jahannam,” namun dia tidak menghapus khutbahnya tersebut dari websitenya hingga saat ini, dan kita tidak mendengar komentar apapun dari asy-Syaikh Muhammad terhadap hal ini.
※ Dan karena sikap diam dari asy-Syaikh Muhammad –waffaqahullah– ini maka
~ para penggembos jihad dan fanatikus Muhammad al-Imam menyangka sah taubat Muhammad al-Imam,
~ dan jadilah bantahan terhadapnya tidak ada pengaruhnya terhadapnya menurut mereka.
(•) Buktinya adalah
~ berkerumunnya mereka di sekitar asy-Syaikh Muhammad bin Hady –waffaqahullah–, pujian mereka terhadap beliau, dan pembelaan mereka untuk beliau.
~ Dan mereka berusaha menambah jumlah pengikut mereka dengan sikap beliau dan bersandar kepada beliau, dan mereka mengatakan ketika menolak kebenaran yang jelas tentang vonis para ulama terhadap Muhammad al-Imam sebagai seorang ikhwani (berpemahaman Ikhwanul Muslimin), “Apakah tidak boleh bagi kami untuk bersikap seperti asy-Syaikh Muhammad bin Hady?!”
※ Oleh karena inilah saya merasa heran ketika sebagian mereka menukil dari asy-Syaikh Muhammad –waffaqahullah– ucapan beliau, “Apakah ada yang lebih keras dibandingkan dengan ucapan saya 'Allah telah membutakan mata hatinya'?!”
(•) Padahal ucapan beliau tersebut merupakan pertanyaan yang artinya menafikan, bahkan sangat menafikan maknanya.
(•) Apakah beliau tidak mengetahui bahwa memvonisnya sebagai seorang ahli bid'ah lebih keras?!
✓- Seandainya ucapan beliau tersebut lebih keras, niscaya engkau tidak akan melihat seorangpun dari fanatikus Muhammad al-Imam ada di sekitar asy-Syaikh Muhammad waffaqahullah!!
✓- Seandainya ucapan beliau tersebut lebih keras, niscaya engkau tidak akan mendengar dari Abdul Aziz al-Bura’iy pujian terhadap asy-Syaikh Muhammad waffaqahullah!!
(➋) // Kritikan Kedua //
❒ Tentang ucapan beliau, “Mereka telah menyebarkannya di akun-akun mereka...”
※ Ini sesungguhnya merupakan bukti
~ pemuliaan mereka kepada asy-Syaikh Muhammad dan mengerti kedudukan beliau dari satu sisi, dan dari sisi yang lain mereka ingin membantah para fanatikus Muhammad al-Imam yang terus berupaya menambah pengikut dan berdalih dengan sikap asy-Syaikh Muhammad waffaqahullah,
~ jadi orang-orang yang mentwit ucapan beliau tersebut ingin menampakkan kebaikan beliau dan bukan ingin mencela beliau, sehingga mereka seharusnya mendapatkan pujian dan syukur, bukan cacian dan celaan!!
(➌) // Kritikan Ketiga //
❒ Tentang ucapan beliau, “Namun bersamaan dengan ini semua para pendusta itu mengatakan bahwa Muhammad bin Hady tidak memiliki sikap terhadap Muhammad al-Imam.”
※ Yang dimaksud dengan penafian tersebut ada dua makna dan keduanya benar:
[ Makna Pertama ]
(•) Penafian sikap asy-Syaikh Muhammad –waffaqahullah– terhadap watsiqah Muhammad al-Imam, jadi sebagaimana yang diketahui dan masyhur dari asy-Syaikh Muhammad adalah beliau memberi udzur untuk Muhammad al-Imam dalam menandatangani watsiqah tersebut.
(•) Bahkan sampai pada pertemuan dengan beliau pada haji tahun 1437H, beliau mengatakan, “Saya memberinya udzur hingga pasukan koalisi bisa masuk ke Shan'a (ibukota Yaman yang pernah dikuasai oleh milisi pemberontak Hutsy –pent).” Beliau berdalil dengan kisah Hathib bin Abi Balta'ah radhiyallahu anhu bahwa ketika itu Nabi [ﷺ] memberinya udzur!!
(•) Maka ada yang berkata kepada asy-Syaikh Muhammad waffaqahullah, “Tetapi Hathib tidak membawa sesuatu yang menyebabkan seseorang menjadi kafir, sedangkan Muhammad al-Imam menandatangani perjanjian yang berisi kekafiran!!” Dan sebagian Masyayikh telah menyebutkan kepada beliau berbagai kesesatan Muhammad al-Imam, namun kita tidak menjumpai selain pemberian udzur beliau kepada Muhammad al-Imam.
Maka keluarlah kami dari pertemuan dengan beliau dalam keadaan sangat sedih, wallahul musta'an.
[ Makna Kedua ]
(•) Penafian sikap asy-Syaikh Muhammad pada masalah Muhammad al-Imam bisa juga maksudnya adalah penafian sikap yang tepat yang sesuai dengan syariat, seperti sikap para ulama besar semisal asy-Syaikh Rabi', asy-Syaikh Ubaid, dan yang lainnya.
(•) Kalau tidak, tidak ada seorangpun yang mengingkari sikap asy-Syaikh Muhammad bin Hady –waffaqahullah– terhadap Muhammad al-Imam, yaitu
✘- sikap memberi udzur,
✘- mencarikan alasan,
✘- dan mendiamkan fitnah besar yang dia kobarkan yang telah menyengsarakan negeri dan rakyat.
(•) Sikap ini bisa disimpulkan dalam poin-poin berikut:
- [1] Memberi udzur pada watsiqah thaghut kafir tersebut.
- [2] Diam tidak membantah khutbah Ied yang di dalamnya Muhammad al-Imam menyebutkan berbagai maslahat dan faedah dari watsiqah tersebut.
- [3] Diam tidak membantah penggembosan yang dilakukan oleh Muhammad al-Imam terhadap jihad memerangi milisi pemberontak Hutsyi.
- [4] Diam tidak membantah tuduhan terhadap para ulama besar Saudi Arabia sebagai jongos dan mata-mata.
(•) Bahkan sesungguhnya saya bertanya-tanya:
~ Mengapa asy-Syaikh Muhammad –waffaqahullah– berfatwa kepada sebagian mereka (fanatikus Muhammad al-Imam) di Fuyusy bahwa boleh menandatangani watsiqah tersebut, padahal di sana adalah medan jihad dan waktu tersebut adalah waktu jihad?!
~ Dan kenapa sebagian orang tersebut hanya menghubungi asy-Syaikh Muhammad –waffaqahullah– tanpa menghubungi Masyayikh yang lain di Saudi Arabia?!
~ Saya juga bertanya-tanya: Siapakah yang lebih pantas untuk ditahdzir, Shalih as-Suhaimy ataukah Muhammad al-Imam?! Jika as-Suhaimy kesalahannya adalah karena telah membela Ibrahim ar-Ruhaily, maka Muhammad al-Imam telah menulis kitab al-Ibanah yang merupakan naskah pengembangan dari kitab tulisan al-Halaby, dan asy-Syaikh Rabi' pernah mengatakan tentang kitab Muhammad al-Imam tersebut, “Dia sepakat dengan al-Halaby dalam meletakkan prinsip-prinsipnya.”
❒ Terakhir saya katakan:
“Wahai Syaikh Muhammad, kami memuliakan, menghormati, dan mencintai Anda, dan kami sangat ingin mengunjungi Anda jika kami pergi ke Saudi Arabia, walaupun kami mengetahui sikap Anda ini, dan kami tidak seperti para fanatikus Muhammad al-Imam dan penggembos jihad Yaman yang telah meninggalkan siapa saja yang tidak sependapat dengan mereka dan meninggalkan majelis-majelis mereka, maka wahai Syaikh, mengapa Anda justru menjadi rahmat bagi para penggembos dan fanatikus itu, sementara terhadap kami menjadi adzab?!”
◈ Umar bin al-Khaththab pernah berkata kepada Abu Musa ketika membicarakan hadits tentang sunnah dalam meminta izin, “Tunjukkan buktinya, kalau tidak maka saya akan memukulmu!” Maka Ubai bin Ka'ab berkata kepada Umar, “Wahai Ibnul Khaththab, janganlah Anda menjadi adzab bagi para Shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam!” Lalu Umar menjawab, “Saya tidak akan menjadi adzab bagi para Shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.”
◈ Al-Imam Abul Abbas al-Qurthuby rahimahullah berkata ketika menjelaskan kisah ini, “Ini menunjukkan sifat mereka yang kuat dalam menjalankan agama Allah, berani mengatakan yang benar, menerimanya, dan mengamalkannya. Jadi Ubai mengingkari ancaman Umar kepada Abu Musa, dia menunjukkan hak yang semestinya, dan tatkala Umar mengetahui kebenarannya, maka beliau pun menerimanya dan meminta maaf atas apa yang muncul dari beliau.”
Dan orang yang memiliki sifat hilm (lembut, hati-hati, tidak mudah emosi) akan memahami walaupun hanya dengan isyarat, wahai Syaikh Muhammad.
Semoga Allah memberi taufiq untuk kita semua kepada hal-hal yang Dia cintai dan Dia ridhai.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم.
✍️ Ditulis oleh: Munir as-Sa'dy
// Malam Selasa, 29 Rabi'ul Akhir 1439H
Url: http://bit.ly/Fw390613
📮••••|Edisi| @ukhuwahsalaf / www.alfawaaid.net
// Sumber: Channel Telegram @JujurlahSelamanya // Dari: https://t.me/dourous_machaikhaden2/4376
0 komentar
Post a Comment