🚇DALAM BERBAGAI URUSANMU BERMUSYAWARAHLAH, JANGANLAH BERJALAN SENDIRI!!
❱ Disampaikan oleh Al-Ustadz Usamah bin Faishal Mahri hafizhahullah
◈ Allah menurunkan perintah melalui Rasul-Nya -ﷺ- untuk saling bermusyawarah:
《 وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ 》
“Dan musyawarahlah dengan mereka dalam urusanmu ...” [QS Ali Imraan: 159]
※ Para ulama tafsir seperti at-Thabari sebutkan rahimahullah, “Ada sedikit perbedaan apa yang dimaksud dengan 'urusan' ini yang Rasul-Nya diperintah oleh Allah untuk bermusyawarah dengan para shahabatnya. Dikalangan mereka ada yang mengatakan musyawarah dalam taktik dan peperangan.”
Hal itu, Allah syariatkan guna membuat senang hati para shahabat Rasul, mereka dianggap, diambil pendapatnya, dimusyawarahkan perkara itu dengan mereka selain itu untuk menguatkan agama mereka. Dengan mereka menyadari, mereka termasuk orang yang di dengar, orang yang diambil dan diperhitungkan pendapatnya dalam kondisi Allah subhanahu wa ta'ala telah mencukupi Rasul-Nya dengan wahyu dan segala yang Allah tentukan untuk Rasul-Nya -ﷺ-. Demikianlah sebagai tasyri' (syariat) bagi ummat, Rasul pun diperintah oleh Allah untuk bermusyawarah dengan mereka.
※ Ada juga para aimmah menafsirkan 《 وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ 》 dalam pengurusan dan pengaturan dakwah dan segala sesuatu yang terkait dengan agama ini. Untuk diketahui mana yang paling benar atau lebih dekat kepada kemaslahatannya karena ayat ini menjelaskan keutamaan dan fadhilahnya bermusyarah. Demikian yang disebutkan oleh Adh-Dhahhaq Ibnu Muzahim.
※ Ada juga dikalangan Salaf yang menafsikan, Allah perintahkan Rasul-Nya untuk bermusyawarah dengan para shahabatnya dalam perkara yang memang yang Allah syariatkan dan Allah anjurkan untuk itu dimusyawarahkan dengan mereka. Padahal Allah telah mencukupi Rasul-Nya dengan segalanya. Ini sebagai qudwah dan tauladan bagi mukminin kepada Imam terbesar mereka, Rasulullah -ﷺ-.
◈ Juga dalam ayat, ketika Allah memuji kaum mukminin
《 وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ ... 》
“Sedang dalam urusan mereka, selalu bermusyawarah diantara mereka ...” [QS Asy-Syura: 38]
Demikian mukminin yang mengerti iman dan mengikuti Rasulnya -ﷺ-, mengamalkan apa yang diperintah oleh Allah, dan yang dicontohkan oleh Rasul-Nya -ﷺ-. Dengan itu aman, terjaga mereka dari fitnah dan tipuan, godaan syaitan yang ingin menyesatkan mereka dari jalan Allah subhanahu wa ta'ala, maka Allah syariatkan ini kepada mereka.
* * *
Disebut musyawarah artinya mengambil, mendengar pendapat dari orang lain yang terambil ini dari kata bahasa Arab,
▸ { Syurtud Daabbah } ketika kamu mengeluarkan binatang ternak yang kamu miliki dari tempatnya
▸ { 'Asyartul 'asl } disebut demikian ketika kamu memeras atau mengeluarkan madu dari rumahnya
Maka disebutkan musyawarah, kamu keluarkan, kamu ambil apa yang menjadi pendapat atau arahan dari saudara-saudaramu yang lain, mukminin.
◈ A'isyah radhiyallahu ta'ala 'anha, ummul mukminin menyebutkan:“Aku tidak pernah tahu seseorang yang paling sering bermusyawarah dengan yang lain dari Rasulullah -ﷺ-.”
Dalam kondisi Rasulullah
|✓| Turun wahyu kepadanya
|✓| paling sempurna akalnya
|✓| paling matang dan paling bijak buah pikirannya.
◈ Oleh karenanya kata Imam Ibnu Athiyah rahimahullah, “Musyawarah termasuk dari kaidah-kaidah/pijakan dalam syariat yang mulia, termasuk hukum yang 'azhimah/kokoh dan teguh bagi seorang 'alim.”
Oleh karenanya kata Ibnu Athiyah, “Yang tidak bermusyawarah dengan ahlul ilmi, yang tidak bermusyawarah dengan ahlud deen, maka wajib orang seperti ini untuk disingkirkan.”
|x| Jalan sendiri, maunya sendiri
|x| menganggap dirinya cukup dengan apa yang dia jadikan kesimpulan sendiri
|x| merasa cukup dengan pendapat peribadinya
|x| jalan sendiri tidak mau bermusyawarah, tanya kepada orang yang berilmu, bermusyawarah dengan orang yang faham agama ...
Bahkan tidak mau diajak bermusyawarah dan tidak pernah mau datang jika diajak bermusyawarah.
(02)
Yang semacam ini kata Ibnu Athiyah, “Yang wajib untuk disingkirkan.” Tidak boleh punya posisi dan tempat. Dan ini menunjukkan tentang kebodohannya.
Ingat A'isyah radhiyallahu ta'ala 'anha katakan, Rasulullah -ﷺ-, beliau peribadi paling seringnya orang dalam bermusyarawah, “wa man anta” (siapa kamu)?? “wa man nahnu” (siapa kita)?? Kemudian tidak mau bermusyawarah, tidak mau diajak berunding, diajak rapat, diajak ijtima' .. jalan sendiri..!!
“Ana sudah memilih ini yang terbaik .. ini pilihan ana .. ini sudah pendapat ana ..” Tidak menggubris, tidak mau tahu, cuek dengan saudara-saudaranya. Bukan demikian akhlak mukminin. Bukan demikian Rasul -ﷺ- contohkan kepada ummatnya.
◈ Kata Ibnu Athiyah, “Bahkan tentang ini tidak ada perselisihan (khilaf) dikalangan ulama.” Bahwa musyawarah itu memang kaidah syari'at, tunggak dan penopangnya hukum dan yang tidak bermusyawarah dengan ahlul ilm dan ahlud dien, (makzuul) harus disingkirkan.
Seorang a'robi badwi dengan kepolosan dan keterbatasan akal serta pengetahuannya mengatakan: “Aku tidak pernah tertipu dalam urusanku.” Ketika ditanya, “Bagaimana bisa demikian?” Lalu dia mengatakan, “Aku tidak pernah melakukan sesuatu kecuali aku musrawarah terlebih dulu dengan para shahabatku.” Sehingga tau segala sesuatu itu dari segala sudut dan sisinya.
Makanya dikatakan, “Tidak akan menyesal orang yang telah bermusyawarah dengan yang lain.” Terutama dengan yang uqola, yang hukama, berilmu, bijak, arif, santun, berpengalaman.
Disebutkan pula, “Tidaklah seseorang itu ujub, bangga dengan dirinya sendiri kecuali pasti akan sesat.” Tidak akan menyesal seseorang itu kalau mau bermusyawarah, telah dia lakukan musyawarah dengan yang lain karena segala mulabasaat (segala sudut pandang) telah ditinjau secara bersama.
Dan itu tidak mungkin bisa kamu pecahkan sendiri namun dengan musyawarah, yang lain punya pendapat, dia tunjukkan sudut pandang yang tersamarkan bagimu, akan dia sampaikan kepadamu perkara yang itu luput dalam penilaianmu. Segalanya dibahas bersama, dicari mana kemaslahatan yang paling besar, mana mafsadah untuk dihindari. Maka dia tidak akan menyesal. Selain daripada itu tidak ada yang akan mencela dan menyalahkan kamu karena itu hasil yang dimusyawarahkan bersama.
Beda dengan orang yang tidak mau musyawarah, jalan sendiri, giliran nanti berbenturan dengan sesuatu, kepleset, terjatuh pada kesalahan yang itu tidak dia perhitungkan sebelumnya karena dia sendiri berjalan, atau karena tidak mau bermusyarah dengan orang yang berilmu, yang paham agama, yang pengalaman ternyata terbentur dengan sesuatu .. maka dia akan menyesal. Makanya musyawarah adalah sifat dan menjadi akhlaq kaum mukminin yang Allah perintahkan kepada mereka.
◈ Di Bukhari rahimahullah beliau bawakan ayat ini, 《 وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ ... 》 dalam kitab al-'Itisham bil Kitab wa Sunnah (Berpegang teguh dengan al-Quran dan Sunnah), salah satu dari kitab-kitab Bukhari di shahihnya, kata Hafidz (Ibnu Hajar) rahimahullah, “Beliau bawakan ayat ini untuk mengajarkan kepada kita bahwa akan sulit bagimu istiqomah, akan berat bagimu berpegang teguh dengan Kitab dan Sunnah tanpa adanya musyawarah.” Tanpa adanya musyawarah dengan yang lain, ahlul ilm, ahlud Dien kata Ibni Athiyah.
Tidak mungkin kamu jalan sendiri terlebih ini perkara yang berat, perkara dakwah. Butuh masukan, butuh sharing dengan yang lain agar kemudian mukminin lebih mudah bagi mereka i'tisham (berpegang teguh) dengan Kitab dan Sunnah, lebih mudah bagi mereka untuk istiqomah dalam urusan agamanya, maka dimusyawarahkan.
(03)
◈ Dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah -ﷺ- sebutkan, “Orang yang diajak musyawarah (yang diperhatikan pendapatnya) adalah orang orang yang amanah.”
Terpecaya agamanya, terpecaya keilmuannya dan itu kata Ibnu Hibban rahimahullah, “Tidak akan ada itu kecuali pada seorang yang 'aaqil.” Orang yang berakal yakni seorang yang berakal matang, bisa menimbang mana maslahat, maka mafsadah, mana yang terbaik, mana yang harus dihindari dari kerugian atau kerusakan dalam kehidupannya.
Kata Hasan al-Bashri rahimahullah, “Agama seseorang tidak akan sempurna selama belum sempurna akalnya.” Segala sesuatu itu dipikir. Bukan keputusan sesaat karena kebodohannya atau karena emosinya, bicara semaunya, demikian pula tidak-tanduknya, tidak mau dimusyawarahkan, tidak mau berunding, tidak mau tanya ... menunjukkan tumpulnya akal dia dan itu petanda lemahnya agama dia.
Tidaklah disebutkan akal itu akal kecuali karena ia ya'qil shahibahu. 'Aqola, ya'qilu makna asalnya adalah pengikat atau pengekang. Karena ia mengekang pemiliknya dari hal yang buruk, yang menuntun pemiliknya kepada mana yang baik, mana yang maslahat, dan itu akan lebih sempurna ketika dia musyawarahkan dengan yang lainnya.
Kata Bukhari dalam Adabul Mufrad, riwayat dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, “Al-Halim, orang yang santun yang bijak, itu yang punya pengalaman.” Karena dengan pengalaman itu dia belajar sehingga membimbing dia dan mencerahkan jalannya.
Celakanya katika kamu berjalan sendiri, kamu tentukan sendiri atau bersama orang-orang yang selevel dengan kamu, tidak kamu musyawarahkan dengan ahlul ilm, ahlud dien, ahlut Tajaarib (Orang yang banyak pengalaman), maka kamu akan merugi, akan menyesal, menghadapi problem dikemudian hari. Dan itu menunjukkan tumpulnya akal seseorang.
Demikian Imam as-Si'di meringkas bahwa, “Musyawarah itu penting dalam segala perkara.” yang memang butuh dan pantas untuk dimusyawarahkan, banyak faidah dan kemaslahatnya, dalam urusan dunianya mahupun agamanya. Dengan demikian kata as-Si'di, “Musyawarah termasuk ibadah.” dengan kamu musyawarah, kamu bertaqarrub kepada Allah, mendekatkan dirimu kepada-Nya.
Jangan kamu kira itu sekedar aturan yang membosankan. Jangan kamu kira itu maunya pengurus saja. Kamu lari dan tidak mau diajak musyawarah. Kamu kira itu urusan dunia belaka. Kamu sangka tidak ada hikmah, tidak ada pahalanya. Tidak!!
Ini Ibadah kepada Allah. Allah tidak akan perintahkan sesuatu kecuali Allah mencintainya. 《 وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ 》 Dan kamu tahu yang namanya ibadah, Ismun jami' li kulli ma yuhibbullah wa yardha, nama yang luas dari segala yang dicintai oleh Allah dan diridhai-Nya. Dari perkataan, perbuatan yang tampak maupun yang tersembunyi.
[ Yang kedua ]
Dengan musyawarah pula seorang mukmin atau mukminin membuat senang dan berbunga hati dan perasaan saudaranya. Beda ketika seseorang itu "istibdaadi", maunya sendiri. Apa yang mau dia kerjakan, dia kerjakan. Apa yang mau dia lakukan, dia lakukan. Membuat terluka, teguris hati dan perasaan mukminin, saudaramu selain perkara-perkara mafsadah yang tadi telah tersebutkan.
Dan inipun ibadah juga, ketika Rasulullah -ﷺ- sebutkan dalam hadits yang dihasankan oleh al-Albani rahimahullah: “Ibadah yang paling Allah cintai setelah yang fardu adalah memasukkan kegembiraan (rasa senang) di hati Muslim.”
Ketika terlihat, kamu anggap dia, kamu ajak musyawarah, kamu ajak berunding ... Saudaranya akan senang, merasa dihormati dan dihargai. Kata orang Jawa, “Merasa diorangkan.” dan itu (membuat senang saudaranya) adalah ibadah, bukan sekedar urusan dunia begitu saja.
Demikian pula kata as-Si'di rahimahullah, “Dengan musyawarah seorang mukmin menyinari (akal) fikirannya.” Seakan segala sesuatu dihamparkan dihadapannya. Segala sudut dan sisinya menjadi terang baginya, karena telah dia musyawarahkan dengan saudaranya. Kalau sendiri, menjadi gelap (akal) fikirannya. Kalaupun terang baginya dari satu sisi, namun gelap dari sisi yang lain.
(04)
Selain itu, dengan musyawarah orang akan terhindar dari kesalahan, kerusakan, kejelekan dan kerugian. Paling tidak meminimalisir nilai kesalahan/kerugian kalau itu terjadi. Namun hukum asalnya, akan selamat dia dari semua itu dengan musyawarahnya.
Disebutkan oleh Imam Ibnu Abdil Bar rahimahullah, “Orang yang maunya sendiri/tidak mau bermusyawarah = orang yang semacam ini mazmuum (tercela).” Seringnya orang seperti ini adalah maftun (orang yang terfitnah). Terfitnah dan tertipu dengan dirinya sendiri, menganggap dia tahu dan mengerti bermacam perkara.
•••••
(•) Faidah Kajian Islam Ilmiah Junrejo Batu bertema: "Musyawarah Itu Barokah Dalam Segala Urusan" // Masjid al-Istiqomah Junrejo Batu // Senin, 10 Shafar 1439H ~ 30 Okt. 2017M
{ Judul dari Admin }
📮••••|Edisi| @ukhuwahsalaf / www.alfawaaid.net
₪ Ditanskrip secara ringkas dari rekaman audio: https://goo.gl/UaLCcW
➥ #Manhaj #musyawarah #barokah #taawun #ibadah #taqarrub
0 komentar
Post a Comment